Rabu, 02 Desember 2009

Kecambah

Oleh: Rikson Ch. Karundeng


Tak ada kekuatan yang cukup dahsyat di dunia ini yang mampu menahan tumbuhnya kecambah. Padahal, siapapun tahu, kecambah itu lunak, rapuh. Namun pada ujung-ujung akarnya yang lunak itu terdapat kekuatan yang mampu menembus kerasnya batu-batu alam.

Meski gerakannya lambat, ia dengan sabar, tekun, dan pasti mencari jalan, menancapkan akar-akarnya di lapisan-lapisan tanah yang subur. Kala masa berganti, ia menjadi pohon besar dengan batang yang kokoh dan akar-akar yang mencengkram kuat di bumi dan tidak mudah digoyahkan meski gempa menghempas. Dan satu hal, banyak sekali orang yang kemudian dilindunginya dari teriknya sengatan matahari dan hujan badai yang menghantam.

Anda kenal dengan seseorang yang bernama Adolf Hitler ? Jika pertanyaan ini ditanyakan kepada manusia sekarang ini, barang kali sedikit yang akan mengatakan tidak kenal atau lupa-lupa ingat. Anak seorang pegawai rendahan keturunan Jerman ini dilahirkan dalam “Baraunau am” (sebuah rumah tumpangan) di Austria. Hidup susah sejak kecil tak membuat seorang manusia lemah yang kemudian diberi nama Adolf itu menjadi seorang yang pesimistis dan putus harapan.

Dengan segala kekurangannya Hitler tumbuh menjadi seorang pria dewasa dan mulai berkarir di bidang kemiliteran dengan pangkat rendah. Perang dunia I membuat Hitler berpeluang menunjukkan kemampuannya dan secara perlahan karirnya pun semakin menanjak. 11 November 1918, ketika peletakan senjata (Armistice) ditandatangani, Hitler sedang memangku jabatan sebagai lance-kopral.

Dalam perjalanan hidup selanjutnya, Hitler memutuskan untuk terlibat secara langsung di dunia politik dan pada tahun 1921 menjadi pengurus Partai Pekerja Jerman. Kemampuannya untuk berpidato akhirnya membawa Hitler menjadi ketua partai tersebut dan mengganti nama partai itu dengan nama 'National Socialist German Labour Party' (NAZI).
Pada tahun 1929 partai Nazi memenangi pemilihan umum dan presiden Jerman masa itu Paul von Hindenburg akhirnya melantik Hitler sebagai Perdana Menteri (Chancellor). Puaskah Hitler dengan karirnya kini ? Posisi itu ternyata masih jauh dari ambisinya. Hitler pun terus berjuang. Namun berbagai upaya dan kebijakan Hitler untuk meraih ambisinya, ternyata tidak berjalan mulus. Untuk memuluskan ambisinya, terjadilah apa yang kemudian dikenal dengan "The Night of the Long Knives" (Malam Pisau Panjang), dimana Hitler membunuh semua penentangnya. Komunis dan Yahudi kemudian disalahkan atas kondisi ekonomi Jerman dan mulailah terjadi pembantaian manusia dalam jumlah yang lebih besar dan sadis.
Ambisi Hitler benar-benar telah membuat dia menjadi hebat dari yang terhebat. Ya, terhebat tingkat kesadisannya. Kerja kerasnya telah membuatnya menjadi seorang yang besar dari yang terbesar. Betul, terbesar jumlah korban manusia yang dibantainya dalam perjalanan sejarah manusia. Ia benar-benar menjadi orang yang terkenal, benar-benar terkenal sebagai manusia yang tidak berperikemanusiaan sepanjang masa.
Siapa yang menyangka, dalam diri seorang bayi mungil dari keluarga miskin bernama Adolf Hitler ternyata tersimpan kekuatan luar biasa yang kemudian membuatnya mampu menembus dinding-dinding keras yang menghalangi perjalannnya. Ketekunan dan kesabarannya telah membuat Hitler tumbuh menjadi sebuah pohon yang besar dan lebat. Sayang, ketika semakin besar dan kuat, ia tak mampu memberi kehidupan dan perlindungan kepada manusia yang lain, tetapi justru menyingkirkan dan membinasakan yang hendak menghalangi pertumbuhannya. Lebih parah lagi, ribuan bahkan jutaan manusia lemah yang jauh berada di bawah telapak kakinya pun dibinasakannya tanpa ampun.
Akibat perbuatannya, pohon besar nan rindang itupun roboh sendiri pada 30 April 1945. Namun sampai akhir hidupnya, dalam diri Hitler sepertinya tak pernah hadir penyesalan, bahkan ketika bunuh diri ia masih sempat menyeret pasangan selingkuhnya Eve untuk mati bersama.
Optimisme dalam kesabaran ternyata bisa membuat seorang manusia lemah dapat memindahkan sebuah gunung. Kerja keras dalam ketekunan juga dapat membuat kita menjadi lebih besar dari yang terbesar dan hebat dari yang terhebat. Tetapi barangkali yang terpenting, bagaiman dalam proses dan dalam kebesaran itu kita masih tetap tampak seperti seorang manusia, khalifah Allah atau Imago Dei.
Hidup untuk menghambat dan mengambil kehidupan manusia yang lain membuat kita tidak berbeda dengan binatang, barangkali ekor saja yang membedakan kita. Hidup tanpa melakukan sesuatu barangkali tetap membuat kita tampak seperti manusia, tetapi manusia dalam wujud sebuah patung. Tetapi, hidup untuk menghidupkan manusia yang lain tentu akan membuat manusia itu tampak seperti seorang manusia sesungguhnya.

0 komentar:

Posting Komentar