Minggu, 11 April 2010

Kisah Pembredelan Buku di Negeri Yang Bernama Indonesia

NAZI sedang membakar buku yang dianggap berbahaya


Inilah kisah yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan di negeri yang bernama Indonesia: Pelarangan/Pembredelan buku. Hehehe….Kita trus dapa inga tu kisah pembakaran buku yang dilakukan oleh NAZI……..

Sejarah pembredelan buku ternyata akan terus menjadi cerit bersambung dari setiap episode pemerintahan di negeri ini. Tidak jaman orde lama, orde baru, orde reformasi pun masih terus berlangsung. Barangkali cara dan modus pembredelan saja yang sedikit berbeda.

Di era orde lama dan orde baru, pemerintah secara terang-terangan melarang penerbitan sebuah buku yang dinilai bisa meresahkan masyarakat atau berbau SARA. Yang tragis, di era yang namanya reformasi pembredelan buku ternyata masih juga dijumpai. Walau aturannya agak longgar, buku memang bisa beredar, namun secara tiba-tiba buku menghilang dari rak-rak toko buku. Tentu saja kejadian ini banyak menimbulkan rumor dan spekulasi.

Kata sejumlah pengamat yang mengkritisi persoalan ini, yang unik dari kenyataan ini bahwa ternyata pemerintah sampai sekarang masih “trauma” atau sedikit “paranoid” pada setiap bentuk penerbitan buku yang berbau haluan kiri alias komunis. Apa saja yang ada nuansa komunis walau itu hanya berbentuk simbol atau gambar tak ada ampun, buku itu langsung dilarang beredar.

Ini seperti yang dialami dua orang penulis dari Yogyakarta, Rhoma Aria Dwi Yuliantri dan Muhidin M Dahlan. Kedua penulis itu terpaksa gigit jari akibat bukunya yang berjudul “Lekra Tak Membakar Buku”pada 2009 lalu dilarang beredar. Selidik punya selidik, buku itu dilarang karena di sampulnya terdapat gambar palu dan arit sebuah simbol partai komunis. Panulisnya sempat mencabut gambar tersebut dan menutupnya dengan sampul putih, sayang upaya itu tidak menolong.

Satu lagi buku yang dianggap bernuansa komunis adalah tulisan John Rossa yang berjudul Dalih Pembunuhan Massal : Gerakan 30 September dan kudeta Suharto. Buku yang berdasarkan riset dan analisis insiden ini mengungkap kekacauan dan pembunuhan terhadap warga yang dituding sebagai anggota PKI. Menurut buku ini, orang-orang sipil yang melakukan pembantaian adalah orang yang terlatih dan mendapat perlindungan dari aparat. Tentu saja buku ini adalah sebuah hasil riset yang mencengangkan dan bisa menjadi tambahan koleksi buku-buku sejarah kita.

Selain “trauma” atau “paranoid” terhadap buku-buku yang bernuansa komunis ternyata pemerintah Indonesia juga sangat anti dengan buku-buku yang bertema separatis dan ajaran agama. Dari Papua dilaporkan buku-buku tulisan Socrates Sofyan Yoman dari tujuh yang diterbitkan, dua diantaranya dilarang beredar. Kedua buku yang dilarang itu adalah Suara Gereja Umat Tertindas :Penderitaan, Tetesan Darah dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat harus Diakhiri dan Pemusnahan Etnis Melanesia : Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat.

Kedua buku itu secara implisit mengungkapkan pandangan, harapan serta kritikan kepada pemerintah Indonesia terhadap warga Papua.

Pelarangan terbit buku di era reformasi yang hampir mirip karya George Junus Aditjontro (Membongkar Gurita Cikeas) juga dialami Boni Hargens. Buku Boni yang berjudul “10 Dosa Politik SBY-JK” pernah tiba-tiba hilang di rak-rak toko buku. Setelah beberapa lama, buku itu tiba-tiba muncul, tetapi bersamaan dengan buku yang dianggap tandingannya. Banyak kalangan menilai cara seperti ini sama dengan pembredelan atau pelarangan buku walau dilakukan secara halus.Menurut Boni Hargens, dengan cara seperti ini tentu saja yang diuntungan adalah penulis, karena bukunya menjadi populer dan banyak dicari masyarakat. Sementara dari segi politis, menurutnya pemerintah rugi, karena banyak menimbulkan rumor dan spekulasi.

Pelarangan atau pembredelan penerbitan buku menurut beberapa kalangan adalah bentuk ketakutan atau kegamangan dari pemerintah itu sendiri yang seharusnya tidak perlu terjadi. Harusnya dengan buku bisa dijadikan sebagai sumber informasi atau bahan kritik dalam menjalankan roda pemerintahan. Ketakutan yang dianggap mengganggu ketertiban umum adalah suatu hal yang berlebihan. Bukankah masyarakat kita sudah semakin dewasa dalam hal menyikapi sesuatu ?



Berikut Siaran Pers Kejaksaan Agung tentang Pelarangan Peredaran Barang Cetakan Berupa 5 Buah Buku
Pelarangan Peredaran Barang Cetakan Berupa 5 Buah Buku

Menjawab pertanyaan wartawan terkait pelarangan peredaran buku / barang cetakan oleh Kejaksaan Agung, bersama ini disampaikan siaran pers sebagai berikut :

1. Berdasarkan Annual Report Kejaksaan Tahun 2009 yang telah disampaikan oleh Jaksa Agung RI dan para Jaksa Agung Muda pada tanggal 23 Desember 2009, Kejaksaan Agung telah mengumumkan pelarangan peredaran dan penggandaan barang cetakan berupa 5 (lima) buah buku, yaitu :
a. Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-139/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 Tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, karangan John Roosa, Penerjemah Hersiri Setiawan, Penerbit Institut Sejarah Sosial Indonesia Jl. Pinang Ranti No.3 Jakarta, Hasta Mitra Jl. Duren Tiga Selatan No.36 Jakarta Selatan di seluruh Indonesia.
b. Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-140/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 Tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul Suara Gereja Bagi Umat Tertindas Penderitaan, tetesan Darah dan cucuran Air Mata Umat Tuhan Di Papua Barat Harus Diakhiri, Karangan Socratez Sofyan Yoman, Penerbit Reza Enterprise Jl. Penggalang VIII No.38 Jakarta Timur diseluruh Indonesia.
c. Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-141/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 Tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul Lekra Tak Membakar Buku Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965, Karangan Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, Penerbit Merakesumba Lukamu Sakitku Pugeran Maguwoharjo Jogjakarta, Desain Sampul Eddy Susanto diseluruh Indonesia.
d. Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-142/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 Tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul Enam Jalan Menuju Tuhan, karangan Darmawan, MM, Penerbit PT. Hikayat Dunia Jl. Jatayu Dalam II/5 Bandung, Perwakilan Jakarta : Jl. Kayumanis VII No.40 Jakarta Timur, Pencetak PT. Karyamanunggal Lithomas Bandung di seluruh Indonesia.
e. Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-143/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 Tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul Mengungkap Misteri Keberagaman Agama, karangan Drs. H. Syahrudin Ahmad, Penerbit Yayasan Kajian Al-Qur’an Siranindi (YKQS) Palu Jl. Jambu No.50 Palu Sulawesi Tengah di seluruh Indonesia.
2. 5 (lima) Keputusan Jaksa Agung RI tersebut selain melarang peredaran dan penggandaan 5 (lima) buah buku tersebut juga mewajibkan kepada mereka yang menyimpan, memiliki, dan memperdagangkan barang cetakan tersebut untuk menyerahkan kepada Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri setempat, dan mewajibkan kepada Kejaksaan, Kepolisian atau Alat Negara lainnya yang mempunyai wewenang memelihara ketertiban umum untuk melakukan pensitaan terhadap barang cetakan tersebut dan pelanggaran terhadap Keputusan Jaksa Agung RI tersebut diancam dengan hukuman sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tanggal 23 april 1963 Tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tanggal 5 Juli 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-Undang.
3. Sebagai tindak lanjut dari Keputusan Jaksa Agung tersebut, Jaksa Agung RI telah mengeluarkan 5 (lima) Instruksi Jaksa Agung RI kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Seluruh Indonesia dan Kepala Kejaksaan Negeri Seluruh Indonesia untuk melakukan pensitaan terhadap barang cetakan berupa 5 (lima) buah buku, yaitu :
a. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-002/A/JA/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Buku Berjudul Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, karangan John Roosa, Penerjemah Hersri Setiawan, Penerbit Institu Sejarah Sosial Indonesia Jl. Pinang Ranti No.3 Jakarta, Penerbit Hasta Mitra Jl. Duren Tiga Selatan No.36 Jakarta Selatan di seluruh Indonesia.
b. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-003/A/JA/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Buku Berjudul Suara Gereja Bagi Umat Tertindas Penderitaan, tetesan Darah dan cucuran Air Mata Umat Tuhan Di Papua Barat Harus Diakhiri, karangan Socratez Sofyan Yoman, Penerjemah Reza Enterprise Jl. Penggalang VIII No.38 Jakarta Timur diseluruh Indonesia.
c. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-004/A/JA/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Buku Berjudul Lekra Tak Membakar Buku Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965, karangan Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, Penerbit Merakesumba Lukamu Sakitku Pugeran Maguwoharjo Jogjakarta, Desain Sampul Eddy Susanto diseluruh Indonesia.
d. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-005/A/JA/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Buku Berjudul Enam Jalan Menuju Tuhan, karangan Darmawan, MM, Penerbit PT. Hikayat Dunia Jl. Jatayu Dalam II/5 Bandung, Perwakilan Jakarta : Jl. Kayumanis VII No.40 Jakarta Timur, Pencetak PT. Karyamanunggal Lithomas Bandung di seluruh Indonesia.
e. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-006/A/JA/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Buku Berjudul Mengungkap Misteri Keberagaman Agama, karangan Drs. H. Syahrudin Ahmad, Penerbit Yayasan Kajian Al-Qur’an Siranindi (YKQS) Palu Jl. Jambu No.50 Palu Sulawesi Tengah, Percetakan Trisan Grafika Jakarta di seluruh wilayah Indonesia.
4. Kriteria pelarangan peredaran 5 (lima) buku tersebut didasarkan atas Pedoman/Tolok Ukur yaitu Mengganggu Ketertiban Umum. Pengertian Mengganggu Ketertiban Umum harus dihubungkan dengan dasar-dasar tata tertib kehidupan rakyat dan Negara pada suatu saat seperti merusak kepercayaan masyarakat terhadap pimpinan nasional, merugikan akhlak, memajukan percabulan dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan terganggunya ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
5. Termasuk Mengganggu Ketertiban Umum contohnya antara lain adalah barang cetakan yang berisikan tulisan-tulisan atau gambar-gambar/lukisan-lukisan yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, GBHN atau sekarang RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang), mengandung dan menyebarkan ajaran/paham Komunis/Marxisme-Leninisme yang dilarang berdasarkan TAP MPRS XXV/MPRS 19966, merusak kesatuan dan persatuan masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan RI, merusak kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan, merugikan dan merusak pelaksanaan Program Pembangunan Nasional yang tengah dilaksanakan dan hasil-hasil yang telah dicapai.
6. Terkait dengan Buku yang berjudul Membongkar Gurita Cikeas : Dibalik Skandal Bank Century, Karangan George Junus Aditjondro, Penerbit Galang Press, Kejaksaan Agung RI belum menentukan sikap karena Tim Interdep yang tergabung dalam “Clearing House” belum memberikan rekomendasi kepada Jaksa Agung RI, saat ini masih dilakukan penelusuran untuk dilakukan penelitian dan pengkajian atas buku tersebut.
Demikian Siaran Pers Puspenkum Kejaksaan RI untuk dipublikasikan.

KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM

DIDIEK DARMANTO, SH.MH
JAKSA UTAMA MUDA
NIP. 195404291974011001


0 komentar:

Posting Komentar